Minggu, 29 April 2012

belanggok dan panglima pantu seratus


ORGANISASI  PERSATUAN  KANGOT   PANTU
PANTUS
ALAMAT SEKRETARIAT : JALAN RAYA NGABANG-SANGGAU KEC.NGABANG  KAB.LANDAK
 http://www.facebook.com/groups/kangotpantus/
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung-gunung dan pulo-pulo(hutan). bersinggungan dengan alam gaib. Belanggok,  panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah belanggok dan pangkalima perang Dayak. BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  yg biasa disebut SINGA MACAN,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI. yang disebut sakti oleh orang Dayak pantu seratus. Adabanyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan selibong dan sekayam, dayak dan mandura. 

Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal dipulo pantu dan ngedang. Ada pula kabar tentang BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI. yang berwujud gaib dan bisa berbentuk , angin, air, tumbuhan, binatang,  atau manusia  tergantung situasi. Juga mengenai sosok BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI. yang merupakan tokoh masyarakat Dayak pantu seratus yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari  angin, air, tumbuhan, binatang.
namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu sosok yang menggambarkan orang Dayak pantu secara umum.
BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI. adalah perlambang orang Dayak pantu seratus. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.
Lalu bagaimanakah seorang  BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak pantu seratus? Selain sakti dan kebal, BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu.
Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang. Riuh rendah tak berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkup–yang oleh orang Dayak pantu seratus.
Kesederhanaan pun identik dengan sosok  BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pantu seratus pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.
BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak pantu seratus, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa Mandau,tombak,  sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari lado’ (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.
Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI  turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI  memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.
BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS yang terbangun atau  murka akan segera melompat terbang tinggi melebihi tinggi pepohonan dan menyebarkan beras banyu kerumah-rumah penduduk dan melindunggi masyarakat dayak pantu seratus. sedang kan dan PANGLIMA PEK KACAI  yang turun dari gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual–yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah–dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau–memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di jaman ngayau silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI  sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah–agama manapun–dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.
Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak pantu seratus. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya–entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan sosial, dan lain-lain–tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, BELANGGOK SINGA UDA MACAN DAMANG  ,RAJA MAWAS dan PANGLIMA PEK KACAI  bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak pantu seratus.


Penulis cerita : angga Taurus (persatuan kangot pantu)
Pencerita       :PE’ MA’ TANGGO’, dan PE’ ANGGONG (mantan tumanggong ngedang dan tebedak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar